PPBI CABANG KUDUS

MITOS MITOS MENGENAI BONSAI

Banyak orang yang telah mengenal bonsai, bisa membedakan mana bonsai mana bukan, namun sentra bonsai masih kalah ramai dibandingkan sentra tanaman hias. Adalah mitos yang beredar di masyarakat awam, yang mungkin awalnya dihembuskan oleh orang bonsai sendiri. Berikut di antaranya:

Bonsai itu mahal
Mendengarkan orang main bonsai, apalagi yang sudah langganan juara di kontes, harga yang disebut memang kadang luar biasa atau fantastis. Hal ini dapat menciutkan nyali bagi pemula atau pra-pemula (orang yang baru mau tahu bonsai). Padahal bonsai sendiri pilihannya sangat luas. Mungkin yang mahal ialah karena jenisnya yang langka, varian yang nyeleneh (mutasi, dll; kadangkala kalau muncul varian variegata pada suatu jenis yang jarang muncul varian ini menjadikannya berharga lebih), keunikan, kerumitan, ukuran kadang juga mempengaruhi.
Bagi pemula atau pra-pemula yang masih ingin eksplorasi ketrampilan dan mengasah kemampuan, pilihan ukuran mame atau small dari jenis-jenis tanaman yang mudah tumbuh mungkin lebih tepat. Dengan latihan yang cukup maka pohon kecil yang muda dapat diolah menjadi bonsai cantik dan berkesan tua. Tanaman semak seperti Cendrawasih, Pangkas atau Teh-Tehan, Sidaguri kadang bisa dengan mudah kita temukan. Tentu yang ukurannya pantas untuk mame atau small. Yang ukurannya medium ke atas sudah habis dibabat pemburu!
Untuk ukuran medium ke atas, pilihlah jenis yang mudah ditemukan di lingkungan desa seperti Beringin atau Asem Jawa. Dua tanaman ini cukup sering kita temukan namun memang agak sulit cari yang bagus. Latihan dan bersabarlah, mungkin bisa diolah menjadi bahan yang baik.

Bonsai
Susah Perawatannya
Merawat bonsai sebetulnya tak jauh dari merawat pohon atau tanaman pada umumnya. Seseorang yang pernah menanam pohon dan bisa merawatnya tentu punya bakat untuk merawat bonsai. Penyiraman, pemupukan, pemangkasan adalah faktor yang biasanya diperhatikan. Ingat, istilah tangan dingin diberikan kepada orang yang rajin nyiram!
Mungkin yang dimaksud susah ialah memberi arah bentuk (pada bahan) atau mempertahankan bentuk (pada bonsai jadi). Ini memang perlu pengetahuan yang cukup. Belajar dari buku atau bertanya pada yang lebih dulu tau diperlukan.

Hanya Orang Tertentu yang Dapat Menikmati Bonsai
Yang ini sih benar-benar bohong!
Sebagai hasil produk seni, maka bonsai itu universal. Siapapun yang memiliki citarasa seni, imajinasi, kecintaan pada tanaman dan sedikit saja jiwa naturalis akan mudah menyukai bonsai. Orang menyukai bonsai karena ia menyukai pohon. Tidak ada orang suka bonsai tapi benci sama pohon.
Bonsai Adalah Seni yang Rumit, Penuh Makna Filosofis
Alah, yang ini sih gak usah dipedulikan benar. Makna yang terkandung dalam bonsai akan kita dapati setelah kita melalui tahapan belajar dan merawat. Bukan dengan hanya melihat dan punya bonsai terus bisa memaknai kedalamannya.. Banyak kok orang yang suka dan lama mengenai bunjin tapi tak pernah paham arti bunjin itu.
Cuplikan fenomena pohon raksasa dalam sebuah pot, yang penting dapat dinikmati keindahannya dan memberikan imajinasi bagi orang. Itu sudah cukup. Seseorang mungkin teringat kenangan masa kecilnya ketika melihat pohon tumbuh di pinggir sungai atau pohon rimbun di pinggir desanya dulu yang terefleksi pada bonsai.
Imajinasi inilah yang membuat kita terbang sesaat dan menjadikannya benang merah yang menghubungkan kita dari sebuah pot ke alam bebas dan Tuhan Sang Maha Sempurna. Inilah sesungguhnya makna filosofis itu!

Membuat Bonsai Perlu Waktu yang Lama
Wah! Kalau yang ini memang benar. Perlu waktu sekitar 2 – 3 tahun untuk menyelesaikan bonsai mame dan small, dan mungkin diperlukan lebih dari sepuluh tahun untuk ukuran large.
Bonsai memang seni yang membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Merawat dan membuat rencana adalah proses yang ada di dalamnya. Inipun kenikmatan. Sama nikmatnya waktu kita mendapati daun baru yang muncul, tunas yang tumbuh dan sesekali bunga dan buah yang menyembul. Kita menikmati keindahan dari kesederhanaan!

Hanya Tanaman Jenis Tertentu yang Dapat Dibuat Bonsai
Walaupun kadang muncul jenis yang sedang trend, tapi jangan terlalu merisaukan pemula. Tidak perlu pula terlalu terorientasi
China dan Jepang. Indonesia adalah negara yang sangat kaya keragaman flora. Pilihlah tanaman berkayu (keras), bisa pohon atau pula semak. Berdaun kecil atau dapat mengecil, kemampuan tumbuh dan skema percabangan baik. Sekalipun dari jenis yang tidak populer. Percayalah, kalau sudah jadi bonsai yang indah, apapun jenisnya pasti akan tetap jadi bonsai yang indah.
READMORE
 

AGAR DONGKELAN MENJADI BONSAI INDAH

Sebagian besar di antara penggemar bonsai senang dengan bakalan bonsai yang berasal dari alam liar. Bakalan seperti ini sering memberi kejutan yang menyenangkan dengan memberi imajinasi bagaimana nantinya jika telah dibentuk dan masuk ke pot yang fit.

Namun yakinlah, tidak semua dongkelan yang dibawa pulang oleh pemburu akan dibeli oleh pebonsai dan kelak menjadi bonsai yang baik, melainkan sebagian berakhir dalam api tungku sebagai kayu bakar.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemburu agar perburuan dapat menghasilkan bahan yang baik.

Pertama
Pastikan bahwa dalam memotong batang, dahan dan akar memperhatikan kemampuan hidup masing-masing jenis pohon.
Ada pohon yang tahan dengan pemenggalan yang drastis, ada yang harus ditinggal perdaunannya. Ada
yang tahan ditanam dengan potongan akar besar saja, ada pula yang harus terbawa dengan bola akar (akar serabut berikut tanahnya). Dalam pemenggalan, terkadang juga umur pohon turut menentukan. Karena itu pengetahuan dalam menilai umur tumbuhan juga harus dilatih. Biasanya kita dapat melihat dari tekstur dan warna kulit.

Kedua
Agar dalam melakukan seleksi dongkelan juga mempersiapkan rencana jangka pendek yang akan diperlakukan terhadap dongkelan tersebut. Hal mana ditunjukkan oleh kelengkapan organ tubuh pohon yang telah ada dalam proporsi pemotongan. Yang dapat dikategorikan sebagai bahan ialah dongkelan yang sekurangnya memiliki 3 (tiga) komponen organ dasar, yaitu batang, akar dan dahan. Tentu yang dimaksud ialah komponen dalam proporsi yang memadai dan dalam arah garis yang saling mendukung. Bahan dengan akar, batang dan dahan yang telah mengarah ke suatu
gaya
dasar tertentu, misalnya tegak lurus, tegak berliku atau miring dapat dilanjutkan ke tahap persiapan training.
Jika dongkelan hanya memiliki 2 (dua) dari 3 (tiga) organ dasar tersebut, maka dapat disebut pra-bahan, material ini harus dilanjutkan ke fase pembesaran di pot besar atau ditanam di kebun. Sedangkan pohon di alam dengan organ dasar kurang dari 2 (dua) komponen, sebaiknya tetap ditinggal di tempatnya agar tumbuh lebih besar atau dilakukan sedikit perlakuan. Dengan memotong bagian atas untuk merangsang pertumbuhan dahan, misalnya.

Kategori bahan dan pra bahan yang diuraikan di atas mungkin hanya berlaku kepada pohon-pohon yang biasa ditemukan di lahan subur pinggir sawah atau hutan penyangga desa yang biasanya memiliki garis yang tidak terlalu dramatis. Sedangkan bakalan yang memiliki garis yang dramatis yang biasanya ditemukan di pinggir laut tidak memerlukan seleksi seperti itu. Yang terutama ialah garis dan ornamen batang. Puntiran, keringan, liukan dan tekukan pada batang serta kerut merut pada kulit niscayalah telah terbentuk oleh daya adaptasi terhadap minimnya unsur hara dan terpaan angin, ombak serta gangguan
hama
yang mungkin telah berjuta-juta kali membanting-bantingnya selama tumbuh kembang hidupnya. Niscayalah pula bahwa pohon-pohon ini telah berumur tua.

Mengenai dahan dan akar tidak terlalu diperhatikan. Akar biasanya tertancap di karang sebagai permukaan tumbuh dan biasanya tidak terlihat jelas. Bakalan seperti ini biasanya dikerjakan dengan
gaya bunjin/literati yang mana percabangan dan perantingan tidak terlalu njelimet. Bamun begitu, imajinasi yang sangat luas diperlukan dalam mengolahnya sebab tidak jarang sesosok dongkelan memberikan lebih dari satu peluang pembentukan bonsai, baik arah pandang (penentuan muka) maupun posisi (gaya
dasar). Jenis yang sangat terkenal karena garis dan ornamen batang ialah wahong dan santigi.

Ketiga
Hal terakhir yang juga harus diperhatikan oleh pemburu ialah sikap bijaksana dalam menyeleksi buruannya dalam konteks melihat fungsi pohon yang akan didongkel dalam ekosistemnya.
Pohon-pohon yang tumbuh di lahan miring sering berfungsi sebagai penahan erosi. Sangat tidak bijaksana mengambil pepohonan dari area rawan longsor tanpa menanam penggantinya. Demikian juga lahan hutan penyangga desa. Terkadang juga pohon memiliki fungsi menaungi tumbuhan lain yang ada di level lebih rendah. Matinya pohon besar seringkali menyebabkan matinya tumbuhan lain yang tidak tahan panas. Menyisakan dan menanam pohon pengganti ialah langkah yang sangat diperlukan. Lahan hutan penyangga desa sering menjadi tempat tumbuh bahan pangan alternatif sebagai cadangan yang diambil masyarakat desa pada musim paceklik. Ubi-ubian dan talas-talasan adalah jenis tumbuhan yang bernaung di bawah bayangan pohon yang lebih besar. Juga termasuk jenis-jenis tumbuhan obat yang bersifat herba dan batang lunak lainnya.

Beruntung jika menemukan pohon bakalan bonsai di pinggir lahan perkebunan produktif. Dalam kasus ini, poson-pohon tersebut sering ditebang percuma karena tidak termasuk jenis yang menguntungkan pekebun dan karena aktifitas perluasan area kebun.
Belakangan, bahan-bahan dari pinggir laut seperti wahong, sangat digemari karena bentuknya sangat dramatis. Bahan-bahan ini biasanya diambil dari pulau-pulau karang yang tidak berpenghuni sebagaimana dulu santigi diambil. Di masa depan tidak tertutup kemungkinan akan muncul jenis lain yang juga digemari dari pulau-pulau karang.
Yang harus menjadi perhatian para pemburu ialah fungsi tumbuhan di pulau karang tersebut. Banyak diantaranya merupakan sarang dari satwa-satwa tertentu seperti burung laut. Atau bisa juga menjadi tempat persinggahan dalam jalur migrasinya. Jika sebagai tempat migrasi, maka aktifitas persarangan hewan tidak terjadi sepanjang tahun. Boleh jadi, pada waktu perburuan dilakukan sedang tidak ada populasi burung. Informasi dari penduduk sekitar perlu didapat. Untuk komunitas pantai dan pulau yang berfungsi ini, sebaiknya tidak usah mengambil tumbuhan sebagai bakalan bonsai. Dan bagi kita yang bukan pemburu agar tidak membeli. Kita tentunya tidak ingin demi kesenangan kita memiliki bonsai justru telah ikut membunuh burung-burung yang kehilangan sarang atau tempat peristirahatannya.

Kita ingin bonsai kita menjadi indah karena sehat dan tanpa dosa kepada Ibu Pertiwi.
READMORE
 

Koleksi Tukin Sunardi

Hokian tea, mengikuti MUNAS di Yogjakarta
READMORE
 

Koleksi Sugeng Riyanto

Kelas Regional dalam acara MUNAS di Yogjakarta tahun 2011
READMORE
 

DOKUMENTASI

Malam-malam di Malioboro sepi lah pak, adanya cuma warung makanan aja... Ya sudah, Ayam goreng aja deh satu... hehe
READMORE
 

DOKUMENTASI

Ini siapa ya? Kok ikut-ikut nampang?? hehe
READMORE
 

DOKUMENTASI

Pak Dayat, setelah mengikuti MUNAS di Yogjakarta
READMORE
 

Shared